KEMERDEKAAN DAN HUKUM
Kemerdekaan dan Hukum seharusnya dimaknai tidak dalam relasi yang bersifat diametrikal namun dalam relasi yang saling menguatkan, saling melengkapi, dan saling seiring sejalan. Kemerdekaan yang dipahami sebagai suatu kebebasan maka hukum seharusnya dipahami secara luas dan tidak hanya sebagai suatu bentuk aturan saja sehingga hukum itu akan memberikan jalan keluar dari kesulitan, jalan yang mengakhiri kesusahan, dan jalan yang mempercepat kemudahan. (rb)
A. SUATU KEJADIAN SEBAGAI PENGANTAR TULISAN INI
Pak XYZ telah saya kenal sejak es em a dan hingga sekarang tidak terasa sudah empat puluh tahun selalu terjaga silaturahmi, namun di saat memperingati Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat dicintai ini, terlontar ucapan yang menunjukkan telah terjadi perubahan cara pandang mengenai hukum atau aturan. Mengingat kembali ketika dahulu saat masih remaja, hal mengenai hukum atau aturan tidaklah menjadi atensi dan tidak ada kepedulian sama sekali. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pikiran di saat remaja masih belum ada beban tanggung jawab mendalam dalam menjalani kehidupan. Hanya belajar, bermain, nongkrong, dan jika pun harus membantu orang tua maka itu dilakukan dengan tanpa beban, dijalani saja.
Saat sudah bekerja di swasta pun kemudian masih belum ada pikiran atau kepikiran soal hukum atau aturan. Apalagi saat akhir bulan menerima gaji dari hasil bekerja sejak awal bulan, sepertinya hal mengenai hukum atau urusan terkait hukum juga tiada atensi atau kepedulian.
Bertambah usia dan berkat karunia dari Allah maka bertemu atau dipertemukan dengan jodoh sehingga kehidupan berkeluarga pun telah dimulai perjalanannya. Namun, masih saja hal mengenai hukum atau urusan terkait hukum juga belum ada atensi atau kepedulian tersendiri. Biasa saja. Hidup dijalani saja.
Saat uban di kepala semakin bertambah banyak dan roda kehidupan berputar di luar pikiran atau tidak sesuai rencana sehingga tidak lagi bekerja seperti biasa maka hal mengenai hukum atau tentang aturan mulailah tampak atensi tersendiri dan muncul kepedulian yang melebihi biasanya. Apalagi ketika ada kejadian atas berlakunya suatu aturan atau suatu kebijakan yang ternyata menyusahkan Pak XYZ dan keluarga.
Uang keluarga mereka yang hanya berjumlah sedikit yang tersisa di suatu bank tidak dapat mereka ambil. Padahal itu uang mereka sendiri. Jerih payah yang halal. Mereka tidak bisa ambil karena mereka sudah lama tidak melakukan transaksi di nomor rekening mereka tersebut. Atas kejadian ini lantas terucaplah kalimat “Merdeka… merdeka… Alhamdulillah negeri Indonesia telah terbebas dari penjajah sejak tahun 1945, tepatnya tanggal 17 Agustus … tetapi … berbagai macam aturan yang diterapkan yang membelenggu rakyatnya supaya jauh dari kata MERDEKA … menyusahkan rakyatnya dengan berbagai macam peraturan …”
Atas lontaran ucapan tersebut, saya terkaget. Pak XYZ yang selama ini tidak ada atensi atau tidak ada kepedulian mengenai hukum atau aturan, apalagi juga sama sekali tidak pernah menempuh pendidikan tinggi di bidang hukum, ternyata melontarkan ucapan sebagaimana dituliskan di atas, yang bagi saya bermakna mendalam seolah-olah Pak XYZ merupakan orang yang telah lama paham mengenai hukum atau aturan. Saya introspeksi diri. Sya melakukan kontemplasi. Apa dan bagaimana sesungguhnya pemahaman umum kebanyakan orang tentang hukum atau aturan ?
B. RELASI KEMERDEKAAN DAN HUKUM
Kemerdekaan memiliki kata dasar yaitu “merdeka”. Untuk memahami yang dimaksud dengan “merdeka” maka mencermati makna dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “merdeka” mempunyai 3 (tiga) makna, yaitu: (i) bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; (ii) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; dan (iii) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Selanjutnya, kata “kemerdekaan” itu sendiri dengan mencermati makna dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu “keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya), kebebasan”.
Bebas, lepas, dan/atau kebebasan menjadi kata kunci dalam memahami makna dari merdeka atau kemerdekaan. Hal yang menarik untuk dipikirkan secara mendalam yaitu apakah sesungguhnya kita atau diri pribadi ini dalam berkehidupan apalagi dalam bernegara akan sebenarnya bebas, sebenarnya lepas, dan/atau sesungguhnya memiliki kebebasan tanpa batas? Atas pertanyaan mendalam ini maka kita pahami juga apa yang dimaksud dengan hukum?
Beragam teori yang menjelaskan mengenai hukum tentu pasti akan banyak. Pada kesempatan tulisan ini dikemukakan 1 (satu) teori, yaitu teori hukum yang saya namai teori holistis. Teori holistis mengenai hukum ini mendasarkan dari pemikiran dari Prof Satjipto dalam buku yang berjudul Ilmu Hukum (1982) yang menegaskan bahwa tentunya merupakan suatu hal yang picik, apabila kita berpendapat, bahwa ilmu hukum itu hanya berurusan dengan peraturan perundang-undangan belaka. Ia ternyata juga mengajukan pertanyaan falsafi, seperti tercermin pada usahanya untuk menukik ke dalam pembicaraan mengenai hakikat dan asal usul hukum, pada pembicaraan mengenai hubungan antara hukum dengan kekuasaan, hukum dengan keadilan dan sebagainya. Selanjutnya, tampak betapa pentingnya pula pembicaraan mengenai hukum dalam konteks kesejarahan dan dengan demikian menunjukkan, bahwa ada kaitan yang erat antara ilmu hukum dengan sejarah. Bagi seorang yang berhasrat untuk mengetahui tentang hukum secara mendalam, tak dapat diabaikan pula perlunya pengetahuan tentang bagaimana perkembangan hukum itu dari masa yang lalu sampai sekarang.
Berdasarkan uraian ringkas mengenai merdeka, kemerdekaan, dan hukum sebagaimana dituliskan di atas, menjadikan kita harus lebih cermat dalam mendapatkan relasi yang tepat antara kemerdekaan dan hukum. Simak dengan cermat 2 (dua) simulasi pemikiran berikut ini.
Jika kita berpikir picik atau sempit maka hukum itu hanya dipahami dalam bentuk aturan, sehingga aturan itulah dipahami sebagai hukum semata, menjadikan relasi kemerdekaan dan hukum dalam posisi diametrikal, berlawanan secara keseluruhan. Kemerdekaan yang dipahami sebagai kebebasan maka hukum yang hanya dipahami dalam bentuk aturan akan dipahami sebagai suatu pembatasan atau pengekangan.
Akan lain halnya, jika kita berpikiran luas dan holistik, tidak sempit maka hukum itu tidak hanya dalam bentuk aturan, sehingga aturan itu akan dipahami sebagai salah satu unsur atau bagian saja dalam memahami hukum yang luas dan holistik tersebut, menjadikan relasi kemerdekaan dan hukum dalam posisi saling menguatkan, saling melengkapi, dan saling seiring sejalan. Kemerdekaan yang dipahami sebagai kebebasan maka hukum juga dipahami akan memberikan jalan keluar dari kesulitan, jalan yang mengakhiri kesusahan, dan jalan yang mempercepat kemudahan. Hal ini mengingatkan bahwa hukum tidak hanya aturan, karena masih banyak unsur, bagian, atau bentuk lainnya yang terdapat dalam hukum itu sendiri dalam keseluruhannya sebagai suatu sistem yang utuh dan luas.
C. KEBIJAKAN DAN ATURAN DALAM SEMANGAT KEMERDEKAAN
Prinsip utama dalam memahami kebijakan dan aturan yaitu prinsip negara hukum. Hal mengenai prinsip negara hukum itu telah dijadikan amanat konstitusional sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945), yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Amanat konstitusional sebagai hukum tertinggi dalam memahami kebijakan dan aturan dalam prinsip negara hukum dimaksud telah diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 (Amandemen Ketiga UUD 1945). Meskipun secara tegas dan jelas perihal prinsip negara hukum ini telah menjadi amanat konstitusional pada tahun 2001 namun sesungguhnya pada tanggal 18 Agustus 1945 -lah terkandung di dalam semangat kemerdekaan 1945 itu maksud yang jelas untuk prinsip negara hukum dan bukan negara kekuasaan.
Dalam prinsip negara hukum dengan berdasarkan semangat kemerdekaan tersebut maka tidak semua kebijakan itu akan diwujudkan dalam bentuk aturan, terutama dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Bagaimanapun, untuk hal yang mendasar yang menyangkut hak dan kewajiban rakyat tentu kebijakan tersebut harus dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hal ini agar kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan menjadi tegas dan jelas dituliskan atau dimaknai.
Hal mengenai kebijakan maka untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan luas atau holistik atas kebijakan tentu harus membaca banyak literatur. Begitu juga untuk hal mengenai aturan atau peraturan, terutama peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, cukup menegaskan secara umum saja terlebih dahulu perihal kebijakan dan aturan yang tidak selalu linear atau bahwa kebijakan tersebut tidak akan selalu berbentuk atau dibentuk suatu aturan.
Selain itu, setiap pejabat yang berwenang mengambil keputusan atas suatu kebijakan dan/atau membentuk aturan tentu juga harus terlebih dahulu dibekali ilmu dan pengetahuan yang cukup pada cakupan bidang yang menjadi kewenangan pejabat tersebut atau terlebih dahulu dibentuk atau dibantu oleh pakar atau tim tersendiri yang memang memiliki keahlian yang dibutuhkan. Juga menjadi penting untuk selalu dilakukan kajian atau minimal mendapatkan pertimbangan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan agar dalam penerapan atau pelaksanaan kebijakan tersebut menjadi dapat laksana dan/atau efektif dan efisen di/terimplementasi oleh rakyat dan petugas.(rb)
(disusun oleh Dr.H. Roberia, S.H., M.H. - 17 Agustus 2025)
Pak XYZ telah saya kenal sejak es em a dan hingga sekarang tidak terasa sudah empat puluh tahun selalu terjaga silaturahmi, namun di saat memperingati Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat dicintai ini, terlontar ucapan yang menunjukkan telah terjadi perubahan cara pandang mengenai hukum atau aturan. Mengingat kembali ketika dahulu saat masih remaja, hal mengenai hukum atau aturan tidaklah menjadi atensi dan tidak ada kepedulian sama sekali. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pikiran di saat remaja masih belum ada beban tanggung jawab mendalam dalam menjalani kehidupan. Hanya belajar, bermain, nongkrong, dan jika pun harus membantu orang tua maka itu dilakukan dengan tanpa beban, dijalani saja.
Saat sudah bekerja di swasta pun kemudian masih belum ada pikiran atau kepikiran soal hukum atau aturan. Apalagi saat akhir bulan menerima gaji dari hasil bekerja sejak awal bulan, sepertinya hal mengenai hukum atau urusan terkait hukum juga tiada atensi atau kepedulian.
Bertambah usia dan berkat karunia dari Allah maka bertemu atau dipertemukan dengan jodoh sehingga kehidupan berkeluarga pun telah dimulai perjalanannya. Namun, masih saja hal mengenai hukum atau urusan terkait hukum juga belum ada atensi atau kepedulian tersendiri. Biasa saja. Hidup dijalani saja.
Saat uban di kepala semakin bertambah banyak dan roda kehidupan berputar di luar pikiran atau tidak sesuai rencana sehingga tidak lagi bekerja seperti biasa maka hal mengenai hukum atau tentang aturan mulailah tampak atensi tersendiri dan muncul kepedulian yang melebihi biasanya. Apalagi ketika ada kejadian atas berlakunya suatu aturan atau suatu kebijakan yang ternyata menyusahkan Pak XYZ dan keluarga.
Uang keluarga mereka yang hanya berjumlah sedikit yang tersisa di suatu bank tidak dapat mereka ambil. Padahal itu uang mereka sendiri. Jerih payah yang halal. Mereka tidak bisa ambil karena mereka sudah lama tidak melakukan transaksi di nomor rekening mereka tersebut. Atas kejadian ini lantas terucaplah kalimat “Merdeka… merdeka… Alhamdulillah negeri Indonesia telah terbebas dari penjajah sejak tahun 1945, tepatnya tanggal 17 Agustus … tetapi … berbagai macam aturan yang diterapkan yang membelenggu rakyatnya supaya jauh dari kata MERDEKA … menyusahkan rakyatnya dengan berbagai macam peraturan …”
Atas lontaran ucapan tersebut, saya terkaget. Pak XYZ yang selama ini tidak ada atensi atau tidak ada kepedulian mengenai hukum atau aturan, apalagi juga sama sekali tidak pernah menempuh pendidikan tinggi di bidang hukum, ternyata melontarkan ucapan sebagaimana dituliskan di atas, yang bagi saya bermakna mendalam seolah-olah Pak XYZ merupakan orang yang telah lama paham mengenai hukum atau aturan. Saya introspeksi diri. Sya melakukan kontemplasi. Apa dan bagaimana sesungguhnya pemahaman umum kebanyakan orang tentang hukum atau aturan ?
B. RELASI KEMERDEKAAN DAN HUKUM
Kemerdekaan memiliki kata dasar yaitu “merdeka”. Untuk memahami yang dimaksud dengan “merdeka” maka mencermati makna dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “merdeka” mempunyai 3 (tiga) makna, yaitu: (i) bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; (ii) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; dan (iii) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Selanjutnya, kata “kemerdekaan” itu sendiri dengan mencermati makna dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu “keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya), kebebasan”.
Bebas, lepas, dan/atau kebebasan menjadi kata kunci dalam memahami makna dari merdeka atau kemerdekaan. Hal yang menarik untuk dipikirkan secara mendalam yaitu apakah sesungguhnya kita atau diri pribadi ini dalam berkehidupan apalagi dalam bernegara akan sebenarnya bebas, sebenarnya lepas, dan/atau sesungguhnya memiliki kebebasan tanpa batas? Atas pertanyaan mendalam ini maka kita pahami juga apa yang dimaksud dengan hukum?
Beragam teori yang menjelaskan mengenai hukum tentu pasti akan banyak. Pada kesempatan tulisan ini dikemukakan 1 (satu) teori, yaitu teori hukum yang saya namai teori holistis. Teori holistis mengenai hukum ini mendasarkan dari pemikiran dari Prof Satjipto dalam buku yang berjudul Ilmu Hukum (1982) yang menegaskan bahwa tentunya merupakan suatu hal yang picik, apabila kita berpendapat, bahwa ilmu hukum itu hanya berurusan dengan peraturan perundang-undangan belaka. Ia ternyata juga mengajukan pertanyaan falsafi, seperti tercermin pada usahanya untuk menukik ke dalam pembicaraan mengenai hakikat dan asal usul hukum, pada pembicaraan mengenai hubungan antara hukum dengan kekuasaan, hukum dengan keadilan dan sebagainya. Selanjutnya, tampak betapa pentingnya pula pembicaraan mengenai hukum dalam konteks kesejarahan dan dengan demikian menunjukkan, bahwa ada kaitan yang erat antara ilmu hukum dengan sejarah. Bagi seorang yang berhasrat untuk mengetahui tentang hukum secara mendalam, tak dapat diabaikan pula perlunya pengetahuan tentang bagaimana perkembangan hukum itu dari masa yang lalu sampai sekarang.
Berdasarkan uraian ringkas mengenai merdeka, kemerdekaan, dan hukum sebagaimana dituliskan di atas, menjadikan kita harus lebih cermat dalam mendapatkan relasi yang tepat antara kemerdekaan dan hukum. Simak dengan cermat 2 (dua) simulasi pemikiran berikut ini.
Jika kita berpikir picik atau sempit maka hukum itu hanya dipahami dalam bentuk aturan, sehingga aturan itulah dipahami sebagai hukum semata, menjadikan relasi kemerdekaan dan hukum dalam posisi diametrikal, berlawanan secara keseluruhan. Kemerdekaan yang dipahami sebagai kebebasan maka hukum yang hanya dipahami dalam bentuk aturan akan dipahami sebagai suatu pembatasan atau pengekangan.
Akan lain halnya, jika kita berpikiran luas dan holistik, tidak sempit maka hukum itu tidak hanya dalam bentuk aturan, sehingga aturan itu akan dipahami sebagai salah satu unsur atau bagian saja dalam memahami hukum yang luas dan holistik tersebut, menjadikan relasi kemerdekaan dan hukum dalam posisi saling menguatkan, saling melengkapi, dan saling seiring sejalan. Kemerdekaan yang dipahami sebagai kebebasan maka hukum juga dipahami akan memberikan jalan keluar dari kesulitan, jalan yang mengakhiri kesusahan, dan jalan yang mempercepat kemudahan. Hal ini mengingatkan bahwa hukum tidak hanya aturan, karena masih banyak unsur, bagian, atau bentuk lainnya yang terdapat dalam hukum itu sendiri dalam keseluruhannya sebagai suatu sistem yang utuh dan luas.
C. KEBIJAKAN DAN ATURAN DALAM SEMANGAT KEMERDEKAAN
Prinsip utama dalam memahami kebijakan dan aturan yaitu prinsip negara hukum. Hal mengenai prinsip negara hukum itu telah dijadikan amanat konstitusional sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945), yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Amanat konstitusional sebagai hukum tertinggi dalam memahami kebijakan dan aturan dalam prinsip negara hukum dimaksud telah diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 (Amandemen Ketiga UUD 1945). Meskipun secara tegas dan jelas perihal prinsip negara hukum ini telah menjadi amanat konstitusional pada tahun 2001 namun sesungguhnya pada tanggal 18 Agustus 1945 -lah terkandung di dalam semangat kemerdekaan 1945 itu maksud yang jelas untuk prinsip negara hukum dan bukan negara kekuasaan.
Dalam prinsip negara hukum dengan berdasarkan semangat kemerdekaan tersebut maka tidak semua kebijakan itu akan diwujudkan dalam bentuk aturan, terutama dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Bagaimanapun, untuk hal yang mendasar yang menyangkut hak dan kewajiban rakyat tentu kebijakan tersebut harus dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hal ini agar kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan menjadi tegas dan jelas dituliskan atau dimaknai.
Hal mengenai kebijakan maka untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan luas atau holistik atas kebijakan tentu harus membaca banyak literatur. Begitu juga untuk hal mengenai aturan atau peraturan, terutama peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, cukup menegaskan secara umum saja terlebih dahulu perihal kebijakan dan aturan yang tidak selalu linear atau bahwa kebijakan tersebut tidak akan selalu berbentuk atau dibentuk suatu aturan.
Selain itu, setiap pejabat yang berwenang mengambil keputusan atas suatu kebijakan dan/atau membentuk aturan tentu juga harus terlebih dahulu dibekali ilmu dan pengetahuan yang cukup pada cakupan bidang yang menjadi kewenangan pejabat tersebut atau terlebih dahulu dibentuk atau dibantu oleh pakar atau tim tersendiri yang memang memiliki keahlian yang dibutuhkan. Juga menjadi penting untuk selalu dilakukan kajian atau minimal mendapatkan pertimbangan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan agar dalam penerapan atau pelaksanaan kebijakan tersebut menjadi dapat laksana dan/atau efektif dan efisen di/terimplementasi oleh rakyat dan petugas.(rb)
(disusun oleh Dr.H. Roberia, S.H., M.H. - 17 Agustus 2025)